THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Saturday, August 20, 2005

alih profesi jadi bidan

Waktu itu aku lagi jaga di kamar bersalin salah satu rumah sakit pemerintah di Jakarta. Yang jaga ada 3 ko-as dan 2 siswi ak-bid (akademi kebidanan). Sekitar tengah malam, saat keadaan sedang lengang, ngobrol-ngobrol-lah kami, saling bertukar cerita dan pengalaman jaga. Satu cerita yang sangat menarik datang dari salah satu siswi akbid.

Awalnya ngobrolin tentang daya tahan telepon seluler. Ada yang tiap tahun sudah perlu diganti, ada yang tahan sampai beberapa tahun. Salah satu akbid bilang: "Aku udah 10 tahun pake hp, baru ganti 3kali. Jadinya kan kira-kira ganti hp tiap 3 tahun."
Temanku bertanya: "Oh ya...? Emangnya pertama kali pake hp kapan"
Akbid: "dari SMA"
Temanku: "ohhhh... jadi umur mba sebenernya berapa sih?

analisis masalah: biasanya, yang masuk akbid itu anak SMA. Kalo masa dia SMA udah 10 tahun yang lalu, berarti dia angkatan 94-95-an donk... Padahal, mereka yang jaga bareng waktu itu baru tingkat 2 akhir yang artinya baru menjalani 2 tahun pendidikan akbid. Kemana aja selama itu???

Setelah melalui bujukan dan rayuan, akhirnya dia mau cerita. Sebenernya dia udah lulus sarjana ekonomi dan sudah pernah bekerja sebagai asisten redaksi di salah satu majalah wanita. Sewaktu ibunya bertanya dia mau melanjutkan S2 dimana, dia bingung.
"Rasanya kok ga pengen punya kehidupan yang lebih sibuk dari saat itu. Semakin tinggi pendidikan, semakin tinggi pula jabatan dan tanggung jawab. Artinya, semakin banyak pula waktu yang tersita untuk pekerjaan. Kapan ngurus anak dan suami? (nanti kalo udah punya..)" Begitu pikirnya.
Jadi, dia membuka pikiran dan mencari opsi-opsi baru.
Entah kenapa, ketika melihat profesi bidan, dia menjadi sangat tertarik. Bisa membantu orang lain, dan tidak terlalu sibuk. Well, setidaknya, setiap bidan dapat menentukan sendiri tingkat kesibukan yang ingin dimilikinya. Dalam pikirannya, tergambar seorang bidan yang punya waktu untuk melakukan profesi yang disenanginya sekaligus mengurus keluarga.
Setelah memantapkan hati, ia menyampaikan keinginannya ini kepada ibu dan keluarganya. Awalnya mereka kaget (pastilah...), tapi setelah teryakini bahwa ia sudah siap menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi (mulai dari ikut bimbel, mengulang pelajaran SMA, persiapan ujian, sampai perkiraan tugas di akademi kebidanan yang mungkin sangat berat), sang ibu mendukung dengan sepenuh hati.
Berhasil masuk ke akademi kebidanan (hanya dengan mengikuti bimbel, setelah lebih dari 4 tahun meninggalkan bangku SMA), ia tidak banyak berharap dari segi indeks prestasi. "Yang penting lulus.." itu targetnya. Habis mau bagaimana lagi?? Saingannya anak-anak SMA yang masih fresh.... Yang bisa ia lakukan hanya berusaha sekuat tenaga. Hampir setiap hari pada tahun pertama pendidikan ia menangis sepulang kuliah karena merasa berat dengan semua pelajaran yang harus dihafalnya. Tapi dengan berurai air mata, ia tetap bekerja keras, dan ekstra keras untuk memenuhi tekadnya. Ngga ngira, waktu "capping day", hari dimana mereka mengucapkan janji siswa sebelum terjun ke lapangan, diumumkan bahwa Sang Sarjana Ekonomi menduduki peringkat ketiga IP tertinggi. Berurailah air mata.... Ngga disangka...!!!!

Sampai hari ini, InsyaAllah, ia masih menjalani pendidikan di akademi kebidanan. Salut pada seorang sarjana ekonomi yang mau kembali ke level pendidikan yang sama (dan bukan meneruskan ke s2) untuk mengejar keinginannya, tujuan hidupnya.

Salut buat mba deli.... dimana pun kau berada....

1 comments:

admin said...

m...kisah mba itu mpir mirip ma kisah yang sebentar lagi bakal ku jalani...ketika dipersimpangan jalan dan mulai mengerti makna hidup aku yang lulusan komunikasi UGM memilih menjadi bidan dengan sekolah bidan bareng anak sma lainnya yg 5 tahun lebih muda...doakan saya yak...^_^