THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Tuesday, June 28, 2005

Innalillahi wa inna ilaihi rojiun

Turut berduka cita atas meninggalnya
Nenek (ibu dari ibunya) Intan Alita Putri Tumbelaka (Smundel 99-1b,2f,3ipa1, FKUI 99)
dan
Ayahanda Febry (Smundel 99-3ipa7)

Maaf ya guys, ga sempet ngelayat...
Semoga semua amal dan ibadahnya diterima Allah SWT dan diberikan tempat yang terbaik disisinya...
amin.

ina masna

kasus IGD...

Jaga di Instalasi Gawat Darurat bagian Kebidanan membuat gw melihat banyak hal. Siang ini, satu lagi pemandangan tidak sedap yang akan 'menghantui' ingatanku seumur hidup.
Kira-kira pukul 2.45, 15 menit dari berakhirnya (secara resmi) waktu jaga gw di IGD salah satu rumah sakit negri di jakarta, masuk pasien baru. Awalnya Nyonya M datang ke seorang bidan karena ia merasa mules-mules sejak 24 jam sebelumnya. Ia pikir ia akan segera melahirkan sehingga ia meminta bantuan dari seorang bidan. Sama sekali tak terpikir olehnya apakah janin yang dikandungnya masih hidup atau tidak. Padahal gerakan janin yang terakhir dirasakannya sudah sebulan yang lalu.
"Jadi selama sebulan ini ibu tidak merasakan adanya gerakan dalam kandungan ibu?" kembali saya bertanya, hampir-hampir tidak percaya.
Ternyata memang begitu. Pikirnya, janin yang tidak bergerak itu normal. Pikirnya, janin yang sedikit bergerak itu bukan suatu tanda masalah. Padahal, janin yang dikandungnya itu bukan lagi anak pertama. Tapi hati kecilku tetap tak bisa menyalahkan ibu itu karena tidak pernah memeriksakan kehamilannya sama sekali walaupun ia tinggal di ibukota negara yang punya banyak sekali tenaga kesehatan. Ada sesuatu yang salah dalam SISTEM di negara ini sehingga ibu ini tidak tahu apa-apa tentang kehamilan.
Sesampainya ia di kamar bersalin, kami semua sudah siap memeriksa sang ibu. Betapa terkejutnya kami saat melihat tangan janin yang menjuntai lemah dari kemaluan sang ibu. Tangan itu sudah mengalami maserasi, yang artinya sang janin sudah lama mati dalam kandungan. Sementara ibu bidan membantu sang ibu "melahirkan" bayinya, kami (para koass yang belum pernah berhadapan langsung dengan peristiwa seperti ini sebelumnya) terpana melihat 'pemandangan' yang sedang berlangsung itu. Terasa bulu kudukku berdiri. Rasa ngeri bercampur iba melihat sang ibu berusaha melahirkan bayi yang sudah tidak bernyawa lagi. Bagian yang paling membuatkan bergidik adalah melihat kepala sang bayi saat dilahirkan; tampak seakan-akan seluruh isi kepalanya sudah mencair.
Innalillahi wa inna ilaihi rojiun.
Sangat beruntung bahwa ini bukan pertama kalinya aku menghadapi kasus kematian janin sehingga aku masih bisa menguasai emosiku dan menahan diri untuk tidak meneteskan air mata..
"It's just another patient" I said to myself.
Ini hanya satu contoh kasus dan sangat mungkin banyak sekali kasus yang serupa ada di luar sana.
Giant condyloma yang 'tiba-tiba' menyembul keluar dari vulva. Contoh lain dari kesalahan SISTEM kesehatan di negara ini.
Tak heran dan tak bisa disangkal jika negara ini masuk kategori negara terbelakang, negara tertinggal....
Tapi sampai kapan???

ina masna

Saturday, June 25, 2005

huaaaaaaaaaaaaaa...

hix..hix.. :'(
Mari bergabung dalam "Pasukan Kehilangan Ani"!!! (???)

kodok hijau yang merasa kehilangan...

Friday, June 17, 2005

Jangan (hanya) salahkan dokter untuk biaya pelayanan kesehatan yang mahal!!!

Memang ini bukan survei/penelitian pribadi gw sendiri, tapi merupakan penyampaian ulang "kuliah" salah satu profesor yang mengajar di bidang Obstetri dan Ginekologi yang masih relatif segar dalam ingatan.
Ditengah kuliahnya tentang menopause dan terapinya, sang profesor mengungkapkan keprihatinannya terhadap biaya pelayanan kesehatan yang semakin menjulang tinggi. Beliau juga mengungkapkan bahwa alasan utama tingginya biaya tersebut adalah ketergantungan penyedia jasa kesehatan akan pemeriksaan penunjang. Selain itu, pemeriksaan penunjang menjadi keharusan dalam dunia yang penuh tuntutan seperti sekarang ini sebagai bukti yang sah dan nyata. Diagnosis tidak lagi ditegakkan dengan pemikiran dan analisis klinis seorang dokter melainkan butuh bukti nyata dari pemeriksaan penunjang yang sesungguhnya bukan merupakan diagnosis pasti penyakit yang ada. Masalahnya, hampir semua instrumen dalam pemeriksaan penunjang di negara ini merupakan hasil impor dari luar negri. Hampir tidak ada produksi dalam negri yang berperan besar. Hal ini sangat berbeda dengan vietnam, korea, cina, bahkan taiwan. Awalnya mereka memang juga menggunakan produk luar negri yang mahal, namun kemudian mereka berhasil mengembangkan biomedik dalam negri sampai akhirnya mampu memproduksi peralatan medis lokal dengan harga dan kualitas yang mampu bersaing di dunia internasional. Alhasil, biaya pelayanan kesehatan turun drastis. Itulah analisis sang profesor yang diungkapkannya secara tidak resmi di ruang kuliah kami.

Gosipnya, Dikti sudah melakukan upaya awal untuk mengatasi masalah ini, dengan membuka (atau menganjurkan perguruan tinggi untuk membuka) lahan pendidikan baru yang mempelajari urusan teknologi kedokteran. Kalau ga salah, namanya biomedik.. Memang masih lama sebelum akhirnya bangsa ini bisa memproduksi alat kedokteran dalam negri dengan kualitas yang dapat bersaing di dunia internasional, tapi setidaknya langkah awal sudah dimulai.
Atau mungkin para mahasiswa Indonesia yang mengambil jurusan yang serupa diluar negri dapat berperan aktif di dalam negri (sekembalinya mereka kesini) sehingga proses itu dapat dipercepat.. Kalau ini memungkinkan, dapat diprediksi bahwa mereka akan menemui masalah dari segi investor. Siapa investor lokal yang mau menanamkan modalnya dalam usaha pengembangan alat kedokteran lokal yang kemungkinan balik modalnya membutuhkan waktu yang lama dan memiliki risiko kegagalan yang tinggi? Anyone???

ina masna

waktu untuk menulis...

Hmmm, ternyata selama bulan mei gw ga bikin posting apa2 ya...
Mungkin karena saat itu gw lagi di bagian yang sibuk dan melelahkan sehingga kalaupun ada waktu lengang, gw memilih tidur dibanding berhadapan dengan layar monitor dan menuangkan isi pikiran gw dalam bentuk ketikan. Bukannya ga ada ide. Banyak sekali ide yang mengalir dan lewat begitu saja di otak gw. Kadang gw merasa harusnya ada suatu alat yang bisa langsung menuangkan isi kepala gw hanya dengan di'konek' aja sementara tangan gw ga perlu ngapa-ngapain..... sekarang.... saat dimana alat itu belum tercipta, tpaksa gw membawa bolpen dan kertas (buku) untuk corat-coret kemanapun gw pergi. Itupun ga selalu bisa gw ketik dan publish. Pada akhirnya tulisan2 tersebut hanya bisa dinikmati oleh gw sendiri saja... hmmmm...