THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Friday, September 30, 2005

Pungutan liar.....!!!

Huh... sebelnya.....
Belum selesai be-te sama urusan insentif TU (tata usaha) yang GA BOLEH SEDIKIT itu, sudah harus terpapar oleh berbagai kemungkinan pungli dari dinas kesehatan. Kenapa sih penduduk negara ini hobi banget morotin sesama bangsa sendiri!!!

Sunday, September 25, 2005

akhirnya......

selesai sudah satu babak dari kehidupan gw... Artinya, awal babak lain....
24 September 2005: pelantikan lulusan dokter dan angkat sumpah, menandai secara resmi selesainya pendidikan kami yang lulus dan mulainya kehidupan sebagai dokter umum.

For the past week, gw beserta secuplik panitia PLD lainnya selalu pulang malem (bahkan ada yang nginep di markas sementara PLD di Imam bonjol!). Susah payah menyiapkan acara kemaren. H-1, usaha menyiapkan aula FKUI dengan memindahkan kursi-kursi melibatkan hampir separuh clonners. Alhasil, badan gw pegel2... cape bo! Tapi lega juga akhirnya acara sukses terselenggara...

Belum lewat 24 jam, I miss my friends already. Walaupun mungkin setelah ini masih pada ketemu, tapi bakal beda. Ga ada lagi clonners yang berjuang bersama. Apalagi kerjaan gw setelah ini cuma sendirian.... Oh how I miss u guys....

kodok hijau yang kesepian....

Sunday, September 04, 2005

Oleh-oleh dari pangandaran-banjar

Hari kamis tengah malam, kami sekeluarga (anak-cucu Dipodisastro) berangkat menuju pangandaran dengan BigBird, bus kecil dengan 25 kursi. Sebetulnya, tujuan utama keberangkatan adalah untuk menghadiri pernikahan salah satu saudara yang tingal di kota banjar pada hari sabtunya. Tapi apa salahnya kalo nyambi jalan2 ke pangandaran.

Baru sampai cikampek, kami sudah disambut macet. Maklum lah, mungkin separuh warga jakarta yang relatif berkecukupan hijrah ke luar kota untuk menghabiskam long-weekend. Alhasil yah, macet. Awalnya, agak susah tidur, apalagi karena sejak lepas isya gw dah nabung tidur. Tapi karena semua orang tidur, ditambah bosan melihat kemacetan jalan, akhirnya gw jatuh tertidur juga.

Entah setiap berapa menit gw terbangun untuk membetulkan posisi badan. Sekitar pukul 5 pagi, ternyata kami belum juga sampai kota banjar. Akhirnya kami memilih untuk sholat subuh di salah satu masjid pinggir jalan. Rencana awal melihat matahari terbit dari tepi lautan jelas gagal. Sebenernya dari awal ga yakin juga sih bisa sempet liat sunrise, tapi dengan kemacetan di cikampek, kemungkinan itu jelas hilang. Ternyata perjalanan masih berlanjut sekitar 4 jam lagi sebelum kami sampai di tempat wisata pantai pangandaran.
Sampai di sana, langsung berhadapan dengan gerbang masuk dimana setiap pengunjung dikenai biaya masuk, seperti layaknya masuk Ancol. Hal ini tidak terlalu mengherankan. Apa boleh buat, Pemda punya hak untuk mengelola sumber daya alam yang dimilikinya. Dan, mungkin dengan adanya koordinasi tempat wisata dari Pemda dapat meningkatkan pelayanan kepada turis yang datang. Yang kami belum tau saat itu adalah adanya peraturan Pemda lain mengenai bus wisata. Ternyata bus wisata tidak boleh memasuki areal wisata dan hanya diperbolehkan parkir di tempat yang sudah disediakan. Masih ada toleransi untuk melakukan pengantaran sampai ke tempat penginapan hanya jika ternyata para penumpang bus sudah memesan sebelumnya. Tapi bila tidak, bus wisata tidak boleh mengantar, apalagi menjemput. Alasannya, demi meningkatkan pendayagunaan usaha kecil dan menengah alias becak. Ada 23 orang dalam bus kami (termasuk didalamnya 2 anak dan satu bayi) yang membawa barang bawaan yang sedemikian banyaknya (termasuk bawa panci dan wajan....) yang membayangkan bahwa bus yang kami sewa dengan harga jutaan itu tidak bisa menjemput kami saat mau pulang dan kalau mau maksa, harus bayar denda sebesar Rp200.000.-!!!!!!! Jelas kami protes keras. Tetap saja tidak digubris. Usut punya usut, ternyata peraturan itu sudah berjalan kurang lebih 5 bulan dan merupakan hasil rapat antara Pemda terkait, DisHub, serta ASOSIASI BECAK setempat. Rapat tersebut tidak mengikutsertakan para pemilik vila dan penginapan yang pada akhirnya merasa dirugikan. Bagaimana tidak. Kepada siapa lagi para turis mengeluh kalau bukan kepada pemilik penginapan? Untungnya pemilik penginapan tempat kami tinggal memiliki sebuah Pick Up. Beliau mengusulkan, kalau saja kami mau, kami dipersilahkan mempergunakan Pick Up tersebut sebagai alat transportasi dari penginapan ke tempat parkir bus. Yang lucunya, saat kami harus naik mobil bak terbuka dalam keadaan berdiri itu, kami sudah harus pula berdandan rapi untuk pergi ke pernikahan saudara (yang sebetulnya merupakan tujuan utama keberangkatan). Betapa pengalaman yang menceriakan. Semoga saja tidak ada orang yang kami kenal yang melihat kami dalam Pick Up tersebut, Malu. Tapi dasar sudah tebal muka, walaupun harus sedikit malu, masih bisa tertawa dan berhaha-hihi, ketimbang harus naik 10 becak untuk bisa sampai ke parkir bus.
Selanjutnya, riwayat perjalanan seperti biasa, tanpa kelainan lagi.
Berdasarkan informasi pemilik penginapan tempat kami tinggal, peraturan tersebut memang sudah diprotes banyak pemilik penginapan yang merasa dirugikan. Terbukti dengan menurunnya frekuensi peyewaan penginapan mereka. Alhasil, mereka sudah merumuskan peraturan baru lagi yang siap diterapkan.
Siap????
Mungkin bukan kata yang tepat. Karena semua peraturan dirasa terburu-buru. Sejak otomoni daerah berlaku, seakan-akan bermunculan raja-raja kecil yang bertindak gegabah dan belum mempertimbangkan segala aspek. Apakah ini harga yang harus dibayar dalam proses pendewasan diri. Maklum, selama ini daerah kan tinggal menerapkan peraturan yang sudah baku dari pusat. Layaknya seorang anak kecil yang menemukan mainan baru dan melakukan berbagai eksperimen terhadapnya.